Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani - Hallo sahabat http://blabla0909.blogspot.com, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Artikel,
Artikel Islam, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Judul : Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani
link : Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani
A. Biografi Jamaluddin Al-Afghani
B. PEMIKIRAN PEMBAHARUAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
1 # Dalam Bidang Agama
2 # Dalam Bidang Politik
Anda sekarang membaca artikel Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani dengan alamat link http://blabla0909.blogspot.com/2016/08/jamaluddin-al-afghani-biogragi-dan.html
Judul : Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani
link : Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani
JAMALUDDIN AL-AFGHANI
![]() |
Sayyid Muhammad bin Safdar al-Husayn |
A. Biografi Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad, erat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistas tahun 1839 dan meninggal di Istambul tahun 1897.[6] Tetapi penelitian para sarjana memperlihatkan bahawa ia sebetulnya lahir di kota yang berjulukan sama (As’adabad) tetapi bukan di Afghanistan, melainkan di Iran. Ini mengakibatkan banyak orang, khususnya mereka di Iran lebih suka menyebut pemikir pejuang muslim modernis itu Al-As’adabi, bukan Al-Afghani, walaupun dunia telah terlanjur mengenalnya sebagaimana dikehendaki oleh yang bersangkutan sendiri, dengan sebutan Al-Afghani.
Ia mempunyai pertalian darah dengan Husein bin Ali melalui Ali At-Tirmizi,ahli hadis terkenal. Keluarganya mengikuti mazhab Hanafi. Ia yaitu seorang pembaharu yang besar lengan berkuasa di Mesir. Ia menguasai bahasa-bahasa Afghan, Turki, Persia, Perancis dan Rusia.
Pendidikannya semenjak kecil sudah diajarkan mengaji Al-Qur’an dari ayahnya sendiri, di samping bahsa Arab dan Sejarah. Ayahnya mendatangkan seorang guru ilmu tafsir, hadits, dan fiqih yang dlengkapi dengan ilmu tasawuf dan ilmu ketuhanan, kemudian dikirim ke India untuk mempelajari ilmu pengetahuan modern (Erofa).
Sampai usia 18 tahun, ia dibesarkan dan berguru di Kabul. Pada usia ini ia sangat tertarik kepada studi falsafat dan matematika. Menjelang usia 19 tahun, ia pergi ke India selama lebih dari satu tahun. Dari sana ia menuju Mekkah untuk beribadah haji. Dari Mekkah ia kembali ke tanah airnya. Ketika berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasihat Sher Ali Khan.
Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi perdana menteri. Ketika itu Inggris sudah ikut campur dalam urusan negeri Afghanistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang menentangnya. Karena kalah melawan Inggris ia lebih baik meninggalkan negerinya dan pergi menuju India pada tahun 1869. Di negeri jiran inipun ia tidak damai karena karena negeri itu dikuasai oleh Inggris, maka ia pindah ke Mesir pada tahun 1871. Ia menetap di Kairo dan menjauhkan urusan politik untuk berkonsentrasi ke bidang ilmiah dan sastra Arab. Rumah tempat tinggalnya menjadi pusat pertemuan bagi para mahasiswa, diantaranya yaitu Muhammad Abduh.
Di Mesir Al-Afghani sanggup menghipnotis massa intelektual dengan pikiran-pikiran barat antara lain mengenai ilham trias politika melalui terjemahan bahasa Arab yang berasal dari bahasa Perancis yang dilakukan oleh At-Tahthawi. Ia berhasil membentuk Partai Nasional (Al-Hizbu al-Watani) di sana dan mendengungkan Mesir untuk bangsa Mesir, memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaan pers, dan memasukkan unsur-unsur Mesir dalam bidang militer.
Al-Afghani berusaha menumbangkan penguasa Mesir Khadewi Ismail dan menggantikannya dengan putera mahkota, Tawfiq yang ingin mengadakan pembaharuan di Mesir. Ttapi sesudah Tauwfik berkuasa, ia tidak sanggup melaksanakan programnya, bahkan penguasa gres yang didukung oleh Al-Afghani itu mengusirnya karena tekanan dari pihak Inggris, tahun 1879.
Jamaluddin Al-Afghani meninggalkan Mesir menuju Paris dan mendirikan perkumpulan Al-Urwatul Wustqa, sesuai dengan majalah yang diterbitkan oleh kelompok itu, yang pengaruhnya tersebar di dunia hingga ke Indonesia. Majalah ini terbit hanya 18 nomor saja selama 8 bulan dari tanggal 13 Maret 1884 – 17 Oktober 1884. Tujuan diterbitkannya majalah itu antara lain untuk mendorong bangsa-bangsa timur dalam memperbaiki keadaan, mencapai kemenangan dan menghilangkan rasa putus asa, mengajak berpegang pada aliran yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya, dan menolak anggapan yang dituduhkan kepada umat Islam bahwa mereka tidak akan maju bila masih berpegang pada agamanya, berbagi info perihal kejadian politik dan untuk memperkokoh persahabatan di antara umat Islam. Akhirnya majalah tersebut dihentikan beredar di dunia Islam yang berada di bawah efek barat.
Pada tahun 1889, Al-Afghani diundang ke Persia untuk suatu urusan persengketaan politik antara Persia dengan Rusia yang timbul karena politik pro-Inggris yang dianut pemerintah Persia ketika itu. Bersamaan dengan itu Afghani melihat ketidakberesan politik dalam negeri Persia sendiri. Karenanya beliau mengajurkan perombakan sistem politik-nya yang masih otokratis, sehingga timbul pertikaian antara Al-Afghani dan Syah Nasir al-Din. Pada tahun 1892, permintaan yang sama dari penguasa Turki, Sultan Abdul Hamid, untuk kepentingan politik Islam Istambul dalam menghadapi kekuatan Erofa.
Menurut Afghani, sebelum menangani politik luar negeri harus dibenahi dahulu sistem politik dalam negerinya. Rupanya, pandangan politik Afghani yang sangat demokratis tidak bertemu dengan kepentingan politik Sultan yang otokratis. Sejak itu hingga selesai hayatnya, 9 Maret 1897, Afghani dicabut izin keluar negerinya.Kelihatannya Jamaluddin Al-Afghani menjadi tamu terhormat kerajaan Turki Usmani tetapi hakikatnya ia menjadi tawanan Sultan Abdul Hamid II yang berdiam di “sangkar emas” istananya.
Melihat kepada acara politik yang demikian besar dan tempat yang demikian luas, maka sanggup dikatakan bahwa Al-Afghani lebih banyak bersifat pemimpin politik daripada pemimpin dan pemikir pembaharuan dalam Islam, tetapi acara yang dijalankan Al-Afghani sebetulnya didasarkan pada ide-idenya perihal pembaharuan dalam Islam.
B. PEMIKIRAN PEMBAHARUAN JAMALUDDIN AL-AFGHANI
1 # Dalam Bidang Agama
Berangkat dari persoalan-persoalan keagamaan yang dipandang Al-Afghani sebagai penyebab terjadinya kemunduran umat Islam, maka ia melahirkan pemikiran-pemikiran pembaharuannya sebagai upaya pembangunan kembali umat Islam dari kemunduran dan keterbelakangannya.
a. Kembali Pada Ajaran Islam Murni
Kejayaan yang pernah dicapai Islam oleh umat Islam murni pada masa kemudian yaitu karena implementasi aliran Islam murni secara utuh dan benar. Karena itu jalan untuk memperbaiki keadaan umat Islam dari keterbelakangan menurutnya yaitu kembali pada ajaran-ajaran dasar Islam yang murni dan yang sebenarnya. Untuk sanggup bergerak maju mencapai kemajuan, maka umat Islam haruslah mensucikan hati, menghidupkan budi pekerti, dan bersedia berkorban untuk kepentingan umat.
Al-Afghani menegaskan kembali bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadist al-Mutawatir yang hakekatnya relevan dengan paham yang terkandung dalam Al-Qur’an dalah sumber utama aliran Islam. Karena itu kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist al-Mutawatir sebagai upaya pemurnian ajaran-ajaran agama yang telah tercemar dengan pemahaman-pemahaman yang berbau khurafat menjadi statemen harus dipegangi dan benar-benar direalisasikan.
Jamaluddin Al-Afghani dalam usahanya menentang penjajahan Barat, maka jalan yang ditempuhnya untuk menghadapi penjajahan ini, yaitu dengan membangun kembali jiwa Islam, menghilangkan sifat kesukuan/ golongan dan mengikis taqlid dan fanatisme serta melaksanakan ijtihad dalam memahami Al-Qur’an, hidup layak dan penuh kebijaksanaan di kalangan umat Islam.
Oleh karena itu, Jamaluddin Al-Afghani beropini bahwa kesehjateraan umat tergantung pada:
· Akal insan harus disinari dengan tauhid, membersihkan jiwanya dari keperayaan tahayul.
· Orang harus menjaga dirinya sanggup mencapai kemuliaan budi pekerti yang utama.
· Orang harus menimbulkan aqidah, sehingga prinsip yang pertama dan dasar keimanan harus diikuti dengan adil dan tidaklah keimanan yang hanya ikutan semata (taqlid).
b. Ajarannya perihal Qada dan Qadar / Paham Teologi
Dalam pandangan Al-Afghani, pemahaman teologi seseorang dalam Islam seharusnya menciptakan orang lebih dinamis. Akan tetapi, melihat pemahaman yang berkembang di tengah-tengah mesyarakat pada dikala itu justru menimbulkan statis, terutama pemahaman mereka perihal qada dan qadar yang seharusnya tidak menciptakan orang fatalis dan statis. Menurutnya qada dan qadar sebetulnya mengandung arti bahwa segala sesuatu terjadi berdasarkan ketentuan alasannya yaitu musabab. Kemajuan insan dalam pandangannya merupakan satu berantai dari alasannya yaitu musabab itu.
Ia sebagai orang yang bersemangat menjunjung tinggi kedudukan akal, mendukung aliran Mu’tazilah yang mempunyai kepercayaan perihal pembahasan diri dari aliran takdir yang orang Barat disebut Fatalis.
Menurutnya Qada dan Qadar yang dikatakan “presdestination” dalam bahasa Inggris sebagai tujuan permulaan. Munurut Al-Jabr (fatalisme), Qada dan Qadar yaitu penyerahan diri secara mutlak tanpa perjuangan dan ini suatu aliran gres (bid’ah) dalam agama yang dimasukkan dalam aliran Islam oleh musuh Islam untuk suatu tujuan politik tertentu semoga Islam hancur dari dalam.
Jamaluddin Al-Afghani sebagai orang Islam mengakui bahwa kepercayaan asasi. Tidak ada kepercayaan kepada takdir yaitu kehilangan salah satu tonggak dari iman. Dengan demikian paham ini menciptakan orang lebih dinamis.
c. Penolakannya Terhadap Aliran Naturalisme dan Materialisme
Kedudukan dan perilakunya ditandai dengan : a). Kenikmatan rohani/jiwa b). Perasaan agama yang mendalam, c). Moral yang tinggi, kesemua ini sangat berkesan dan menghipnotis semua usahanya.
Naturalisme yaitu hal atau tinjauan berdasarkan alam. Sedangkan materialisme yaitu orang yang hanya mementingkan kebendaan di atas segala-galanya. Jamaluddin Al-Afghani sangat menentang aliran naturalis (ateis) yang tersebar luas di India (1879). Ia beropini bahwa aliran ini akan membelah kaum muslimin menjadi 2 kelompok; kelompok lam dan baru, kelompok yang tunduk kepada penjajah dan kelompok oposisi.
Ada 3 hal penolakan jamaluddin terhadap kaum ateis yaitu : perihal pentingnya agama bagi masyarakat, ancaman aliran ateis dalam masyarakat, dan keunggulan agama Islam sebagai suatu iman menjamin 3 unsur penting bagi masyarakat : rasa malu, jujur, dan setia. Bentuk aliran naturalis berdasarkan Jamaluddin :- Aliran Epirokus dalam masyarakat Greek (Yunani), - Aliran Voltaire dalam Masyarakat Persi, - Aliran kebatinan (misti) dalam masyarakat Islam, - Aliran Komunisme, nasionalisme, dan sosialisme di Eropa dan Rusia, - Aliran Mourman di Amerika.
d. Membuka Kembali Pintu Ijtihad
Keyakinan Al-Afghani bahwa Islam sesuai untuk semua bangsa, semua zaman, dan semua keadaan menjadi titik tolak pemikirannya akan pentingnya melaksanakan interpretasi gres perihal ajaran-ajaran Islam yang kelihatan pertentangan dengan kondisi yang dibawa perbuahan zaman. Dalam penjelasannya diungkapkan: apabila ada pertentangan antara aliran Islam dengan kondisi atau situasi yang dibawa oleh perubahan zaman dan perubahan kondisi pembiasaan sanggup di peroleh dengan mengadakan interpretasi ajaran-ajaran Islam ibarat yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Untuk interpretasi itu dibutuhkan ijtihad dan pintu ijtihad terbuka.
2 # Dalam Bidang Politik
Al-Afghani beropini bahwa kemunduran umat Islam disebabkan antara lain karena umat telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran qada dan qadar telah berkembang menjadi aliran fatalisme yang enjadikan umat menjadi statis. Sebab-sebab lain lagi yaitu perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, lemahnya persaudaraan antara umat Islam dan lain-lain.
Untuk mengatasi semua hal itu antara lain berdasarkan pendapatnya ialah umat Islam harus kembali kepada aliran Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan akhlak, berkorban untuk kepentingan umat, pemerintah otokratis harus diubah menjadi demokratis, dan persatuan umat Islam hars diwujudkan sehingga umat akan maju sesuai dengan tuntutan zaman. Ia juga menganjurkan umat Islam untuk mengembangkan pendidikan secara umum, yang tujuan alhasil untuk memperkuat dunia Islam secara politis dalam menghadapi dominasi dunia barat.
Ia beropini tidak ada sesuatu dalam aliran Islam yang tidak sesuai dengan akal/ilmu pengetahuan, atau dengan kata lain Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Selanjutnya bagaimana ide-ide pembaharuan dan pemikiran politik Al-Afghani tentangnegara dan sistem pemerintahan akan diuraikan berikut ini :
a. Bentuk Negara dan Pemerintahan
Menurut Al-Afghani, Islam menhendaki bahwa bentuk pemerintahan yaitu republik. Sebab, di dalamnya terdapat kebebasan beropini dan kepala negara harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar. Pendapat ibarat ini gres dalam sejarah politik Islam yang selama ini pemikirnya hanya mengenal bentuk khalifah yang mempunyai kekuasaan absulot.
Pendapat ini tampak dipengaruhi oleh pemikiran barat, alasannya yaitu barat lebih dahulu mengenal pemerintahan republik, meskipun pemahaman Al-Afghani tidak lepas terhadap prinsip-prinsip aliran Islam yang berkaitan dengan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan. Penafsiran atau pendapat ersebut lebih maju dari Abduh yaitu Islam tidak menetapkan suatu bentuk pemerintahan , maka bentuk demikianpun harus mengikuti masyarakat dalam kehidupan materi dan kebebasan berpikir. Ini mengandung makna, bahwa apapun bentuk pemerintahan, Abduh menghendaki suatu pemerintahan yang dinamis.
Pemunculan ilham Al-Afghani tersebut sebagai reaksi kepada salah satu alasannya yaitu kemunduran politis yaitu pemerintah absulot.
b. Sistem Demokrasi
Di dalam pemerintahan yang absulot dan otokratis tidak ada kebebasan berpendapat, kebebasan hanya ada pada raja/kepala gegara untuk bertindak yan tidak diatur oleh Undang-undang. Karena itu Al-Afghani menghendaki semoga corak pemerintahan absulot diganti dengan dengan corak pemerintahan demokrasi.
Pemerintahan demokratis merupakan salah satu identitas yang paling khas dari dari pemerintahan yang berbentuk republik. Demokrasi yaitu pasangan pemerintahan republik sebagaimana berkembang di barat dan diterapkan oleh Mustafa Kemal Attaturk di Turki sebagai ganti pemerintahan khalifah.
Dalam pemerintahan negara yang demokratis, kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang berpengalaman karena pengetahuan insan secara individual terbatas sekali dan syura diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an semoga sanggup dipraktekkan dalam aneka macam urusan.
Selanjutnya ia beropini pemerintahan otokrasi yang cenderung meniadakan hak-hak individu tidak sesuai dengan aliran Islamyang sangat menghargai hak-hak individu. Maka pemerintahan otokrasi harus diganti dengan pemerintahan yang bercorak demokrasi yang menjunjung tinggi hak-hak individu. Menurut Al-Afghani, pemerintahan yang demokrasi menghendaki adanya majelis perwakilan rakyat.
Lembaga ini bertugas menawarkan usul dan pendapat kepada pemerintah dalam memilih suatu kebijakan negara. Urgensi forum ini untuk menghindari semoga tidak muncul pemerintahan yang absulot. Ide atau usul para wakil rakyat yan berpengalaman merupakan derma yang berharga bagi pemerintah. Karena itu para wakil rakyat harus yang berpengetahuan dan berwawasan luas serta bermoral baik. Wakil-wakil rakyat yang demikian membawa dampak faktual terhadap pemerintah sehingga akan melahirkan undang-undang dan peraturan atau keputusan yang baik bagi rakyat.
Selanjutnya, para pemegang kekuasaan haruslah orang-orang yang paling taat kepada undang-undang. Kekuasaan yang diperoleh tidak karena kehebatan suku, ras, kekuatan material dan kekayaan. Baginya kekuasaan itu harus diperoleh melalui pemilihan dan disepakati oleh rakyat. Dengan demikian orang yang terpilih mempunyai dasar aturan untuk melaksanakan kekuasaan itu.
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa sumber kekuasaan berdasarkan Al-Afghani yaitu rakyat, karena dalam pemerintahan republik, kekuasaan atau kedaulatan rakyat terlembaga dalam perwakilan rakyat yang anggotanya dipilih oleh rakyat.
c. Pan Islamisme / Solidaritas Islam
Al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat Islam baik yang sudah merdeka maupun masih jajahan. Gagasannya ini populer dengan Pan Islamisme. Ide besar ini menghendaki terjalinnya kerjasama antara negara-negara Islam dalam kasus keagamaan, kerjasama antara kepala negara Islam.
Kerjasama itu menuntut adanya rasa tanggungjawab bersama dari tiap negara terhadap umat Islam dimana saja mereka berada, dan menumbuhkan cita-cita hidup bersama dalam suatu komunitas serta mewujudkan kesejahteraan umat Islam.
Kesatuan benar-benar menjadi tema pokok pada goresan pena Al-Afghani. Ia menginginkan semoga umat Islam harus mengatasi perbedaan kepercayaan dan kebiasaan permusuhan. Perbedaan sekte tidak perlu menjadi kendala dalam politik, dan kaum muslimin harus mengambil pelajaran dari pola Jerman, yang kehilangan kesatuan nasionalnya karena terlalu memandang penting perbedaan agama.
Bahkan perbedaan besar dalam kepercayaan wilayah teluk, antara sunni dan syi’ah, sanggup dijembatani sehingga ia menyerukan kepada bangsa Persia dan Afghan supaya bersatu, meskipun yang pertama yaitu syi’ah dan yang kedua yaitu bukan, dan selama masa-masa selesai hidupnya ia melontarkan ilham rekonsiliasi umum dari kedua sekte tersebut.
Meskipun semua ilham Al-Afghani bertujuan untuk mempersatukan umat Islam guna menanggulangi penetrasi barat dan kekuasaan Turki Usmani yang dipandangnya menyimpang dari Islam, tapi ilham Pan-Islamnya itu tidak jelas. Apakah bentuk-bentuk kerjasama tersebut dalam rangka mempersatukan umat Islam dalam bentuk asosiasi, atau bentuk federasi yang dipimpin oleh seseorang atau tubuh yang mengkoordinasi kerjasama tersebut, dan atau ibarat negara persemakmuran di bawah negara Inggris.
Sebab ia mengetahui adanya kepala negara di setiap negara Islam. Tapi, berdasarkan Munawwir Sjadzali, Pan-Islamismenya Al-Afghani itu yaitu suatu asosiasi antar negara-negara Islam dan umat Islam di wilayah jajahan untuk menentang kezaliman interen, para pengusaha muslim yang lalim, menentang kolonialisme dan imperialisme barat serta mewujudkan keadilan.
Al-Afghani menekankan solidaritas sesama muslim karena ikatan agama, bukan ikatan teknik atau rasial. Seorang penguasa muslim entah dari bangsa mana datangnya, walau pada mulanya kecil, akan berkembang dan diterima oleh suku dan bangsa lain seagama selagi ia masih menegakkan aturan agama. Penguasa itu hendaknya dipilih dari orang-orang yang paling taat dalam agamanya, bukan karena pewarisan, kehebatan sukunya atau kekayaan materialnya, dan disepakati oleh anggota masyarakatnya.
Inilah ilham pemikir asli yang merupakan solidaritas umat yang dikenal dengan Pan-Islamisme atau Al-Jamiah al Islamiyah (Persaudaraan sesama umat Islam sedunia. Namun perjuangan Al-Afghani perihal Pan-Islamismenya ini tidak berhasil.
Terima Kasih telah berkunjung pada blog Klik Nasyid. Semoga sobat nasyid sanggup banyak mendapat manfaat dari apa yang kami berikan, dan silahkan sobat nasyid untuk meniggalkan komentar di bawah jikalau ada yang bermasalah pada postingan kali ini.
Demikianlah Artikel Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani
Sekianlah artikel Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani dengan alamat link http://blabla0909.blogspot.com/2016/08/jamaluddin-al-afghani-biogragi-dan.html
0 Response to "Jamaluddin Al-Afghani :: Biogragi Dan Sejarah Pedoman Jamaluddin Al-Afghani"
Post a Comment